APARTEMEN SLIPI : "KONFLIK KEPENGURUSAN ATAS LAPORAN
GANDA DALAM MEMERIKSA PERKARA YANG SAMA DI POLDA METRO JAYA DAN POLREST JAKARTA
BARAT"
Hukumham Jakarta, Perihal mendekati
Aparat Kepolisian untuk meminta bantuan guna memperingan kesalahan terhadap
orang yang salah adalah hal yang biasa, namun sebaliknya adalah hal yang luar
biasa apabila mendekati Aparat
Kepolisian untuk membuat orang yang tidak salah menjadi bersalah dan hal tersebut dialami langsung oleh Wiekewati
Jahja mantan Pengurus/Sekretaris
Perhimpunan Penghuni Appartemen Slipi periode 2008-2011 dan Harjadi Jahja yang
saat ini menjabat selaku Pengurus/Ketua Perhimpunan Penghuni Apartemen Slipi (PPRSH) periode 2011-2014.
Kejadian dimulai pada tanggal 23
Pebruari 2008, dimana pada waktu itu Perhimpunan Penghuni Apartemen Slipi
melalui penyelenggaranya Hermawan Chandra dan Daniel Indra Jayadi, keduanya
berstatus Pengurus Demisioner Antar Waktu periode 2005-2008 menyelenggarakan Rapat
Umum Luar Biasa dengan salah satu agendanya nomor 5 untuk memilih pengurus
periode selanjutnya masa bakti 2008-2011. Terpilih saat itu 7 (tujuh) orang
pengurus yang terdiri dari Hermawan Chandra, Dipl.-Ing.Wiekewati Jahja, Novi
Haryono, Elia Jeong, Kim Rusli, Winarto Purnomo dan Daniel Djajadi, namun 3
(tiga) diantaranya Kim Rusli, Winarto Purnomo dan Daniel Djajadi belum diberi
jabatan dan akan diberi jabatan oleh 4 (empat) pengurus terpilih yang telah
diberi jabatan dalam rapat pengurus melalui perintah ketua rapat nya Raja
Haryono dalam rapat umum, hal mana kesemua kejadiannya telah direkam melalui
DVD yang telah di edar luaskan melalui situs
apartemen slipi.
Sebelum
diterbitkan Akta Rapat Umum Luar Biasa (RULB), Notaris SH Leoprayogo
SH,SpN sebagai pencatat peristiwa tersebut terlebih dahulu membuat Surat
Keterangan (covernote) Nomor
025/II/APT-SLIPI/2008 tanggal 25 Pebruari 2008 bahwa ke 7 (tujuh) pengurus
terpilih yang dihasilkan melalui Rapat Umum Luar Biasa adalah Hermawan
Chandra/Ketua, Dipl.-Ing.Wiekewati Jahja/Sekretaris, Novi Haryono/Bendahara,
Elia Jeong/Pengawas Pengelola, Kim Rusli, Winarto Purnomo dan Daniel Djajadi.
Dengan
diperolehnya Covernote, maka sesuai
ketentuan pasal 20 Anggaran Dasar diwajibkan Pengurus untuk melaksanakan
keputusan rapat umum, dan untuk itu telah diselenggarakan rapat pengurus dengan
salah satu agendanya memberi jabatan kepada ke 3 (tiga) pengurus yang pada RULB
belum mendapat jabatan, dimana peristiwanya dicatat oleh Theresia Lusiati Siti
Rahayu Notaris di Jakarta dalam Akta
Nomor 29 tanggal 29 Maret 2008. Semua Pengurus terpilih telah diundang namun
yang hadir saat itu adalah Dipl.-Ing.Wiekewati Jahja/Sekretaris, Novi
Haryono/Bendahara, Elia Jeong/Pengawas Pengelola, Kim Rusli, Winarto Purnomo
dan sesuai ketentuan pasal 9 ayat 6 Anggaran Rumah Tangga bahwa rapat pengurus
adalah sah dan berhak mengambil keputusan keputusan yang mengikat hanya jika
sekurang-kurangnya dihadiri oleh 2/3 (dua pertiga) dari jumlah pengurus.
Sungguh
hal yang diluar dugaan, lebih kurang 4 (empat) bulan berselang begitu Akta
RULB, Nomor 3 tanggal 23 Pebruari 2008 diterima oleh Pengurus terpilih,
khususnya oleh Dipl.-Ing.Wiekewati Jahja, Novi Haryono, Elia Jeong pada bulan
juli 2008, ternyata tertuang dalam Akta tersebut, ke 3 (tiga) pengurus terpilih
yang belum diberi jabatan, yaitu Kim Rusli, Winarto Purnomo dan Daniel Djajdi,
ketiganya tidak terpilih sebagai pengurus, hal mana Notaris yang bersangkutan
secara de facto membuat isi Akta bertentangan dengan Covernote yang dibuatnya sendiri serta bertentangan dengan
peristiwa riell sebagaimana yang telah direkam dalam DVD.
Dari
sini berawal peristiwa konflik kepengurusan, dimana kelompok yang betentangan
dengan ke (3) pengurus terpilih Dipl.-Ing.Wiekewati Jahja/Sekretaris, Novi
Haryono/Bendahara, Elia Jeong/Pengawas Pengelola, berupaya untuk menggagalkan
kepengurusannya yang telah diputus melalui RULB tanggal 23 Pebruari 2008,
pertama kalinya melalui upaya membuat Laporan Polisi No LP/924/K/IV/2008/SPK
UNIT “II” tanggal 13 April 2008 tanggal 13 April 2008 oleh Pelapor Ong Dewi dan
Terlapor Wiekewati Jahja, Elia Jeong dkk,
yang masih berjalan dan belum dihentikan hingga saat ini, kemudian untuk
kedua kalinya dibuat LP No B/084/I/2012/PMJ/RESTRO JAK BAR, tanggal 17 Januari 2012 oleh Hermawan Chandra selaku
Pelapor dan Terlapor Wiekewati Jahja, Harjadi Jahja. Keduanya melaporkan obyek
yang sama dalam perkara “menempatkan
keterangan palsu ke dalam Akta Nomor 29 tanggal 29 Maret 2008 yang dibuat oleh
Theresia Lusiati Siti Rahayu Notaris di
Jakarta sesuai pasal 266 KUHP”.
Tentu
saja bagi Harjadi Jahja selaku Pengacara, LP ini tidak dapat diterima karena,
baik bagi Wiekewati Jahja maupun bagi dirinya kesemua unsur-unsur dugaan
tindakan pidana sebagaimana dimaksud pasal 266 KUHP yaitu, (1) menyuruh menempatkan
keterangan palsu kedalam sesuatu akta authentik; , (2) tentang
suatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu; , (3) dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh
orang lain menggunakan akta tersebut seolah-olah keterangan itu cocok dengan
hal sebenarnya; , (4() dengan
mempergunakan itu dapat mendatangkan kerugian, tidak ada satu unsurpun
yang terpenuhi.
Sebagai
hak warganegara yang dilindungi oleh Undang-Undang, sesuai ketentuan pasal 3
KUHPerdata, yang isinya” tiada suatu hukuman pun mengakibatkan
kematian perdata atau kehilangan segala hak kewargaan”, maka Harjadi
Jahja membuat LP balik tentang Laporan fitnah dengan Nomor
265/III/2012/PMJ/RESTRO JAK BAR tanggal 03 Maret 2012 tentang dugaan tindak
pidana “menyuruh menulis surat pengaduan
atas pemberitahuan yang palsu sesuai pasal 317 KUHP”
Disayangkan
pemeriksaan perkara ini, belum sampai tuntas sesuai SP2HP Nomor
B/1377/VII/2012/Res-JB, bahkan yang tidak diduga-duga sekalipun bukti permulaan
tidak cukup, Wiekeawati Jahja dan Harjadi Jahja telah ditetapkan sebagai
Tersangka, anehnya mantan pengurus yang lain Novi Haryono, Elia Jeong selaku
Ketua Rapat Pengurus tidak dijadikan Tersangka. Lebih aneh lagi Harjadi Jahja
selaku Pengurus terpilih periode 2011-2014, disangka diangkat sebagai Pengurus
dengan menggunakan Akta yang menjadi obyek perkara, padahal akta tersebut tidak
pernah digunakan dimanapun, baik di bank maupun untuk melakukan perbuatan hukum
dengan pihak ketiga. Kalaupun tertuang dalam Akta No 17 tanggal 30 April 2011
yang dibuat Grace Supena Sundah SH Notaris di Jakarta adalah tentang Rapat Umum
pada waktu pemilihan pengurus periode 2011-2014, hal itu sebagai pelengkap dari
akta no 3 tanggal 23 Pebruari 2008 untuk mengetahui susunan pengurus terakhir
yang berhak menyelenggarakan Rapat Umum.
Sepatutnya
Pihak Kepolisian, khususnya Polrest Jakarta Barat berdasarkan ketentuan yuridis
yang berlaku bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia menerapkan ketentuan
pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) PERATURAN
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENANGANAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA yakni; (1) dalam
proses penerimaan laporan polisi petugas reserse di SPK wajib meneliti
identitas pelapor atau pengadu dan meneliti kebenaran informasi yang
disampaikan; , (2) guna menegaskan
keabsahan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), petugas meminta kepada
pelapor/pengadu untuk mengisi formulir pernyataan bahwa: a. perkaranya belum
pernah dilaporkan/diadukan di kantor kepolisian yang sama atau yang lain; b.
perkaranya belum pernah di proses dan/atau dihentikan penyidikannya; c.
bersedia dituntut sesuai ketentuan hukum pidana yang berlaku, bilamana
pernyataan atau keterangan yang dituangkan didalam laporan polisi ternyata
dipalsukan, tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau merupakan tindakan
fitnah”
Merasa
dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penyidik banyak tidak ada relevansi
dengan obyek perkara yang dilaporkan, serta intervensi dari kanit membatasi
keterangan tambahan yang diajukan terlapor, belum dipanggilnya saksi a
decharge, tidak dipanggilnya keterangan saksi kunci ketua rapat Raja Haryono
dalam rapat umum tanggal 23 pebruari 2008, diabaikannya rekaman DVD dengan tdk
dipanggil saksi ahli untuk dimintai transkript atas rekaman tersebut dan tidak
adanya bukti permulaan yang cukup minimal 2 (dua) alat bukti, maka Harjadi
Jahja meminta perlindungan hukum dengan membuat LP PROPAM MABES POLRI Nomor
STPL/219VII/2012/YANDUAN tanggal 19 Juli 2012.
Semoga
penjelasan yang disampaikan oleh Bapak Nanan melalui Media Elektronik METRO TV
tanggal 20 Agustus 2012 pada pukul 11.00 WIB benar benar dapat terwujud dan
tidak ada keraguan bagi aparat kepolisian menentang atasannya bila merasa
perintahnya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar keadilan benar-benar dapat ditegakkan di NKRI ini.
(JMart)
0 komentar:
Posting Komentar