Jumat, 06 April 2012

BPN JAKARTA BARAT DENGAN PENERBITAN 283 SERTIFIKAT DAN HAK MILIK SATUAN UNIT APARTEMEN SLIPI


BPN JAKARTA BARAT DENGAN PENERBITAN 283 SERTIFIKAT DAN HAK MILIK SATUAN UNIT APARTEMEN SLIPI

            
Jakarta,
Suatu kewenangan dan prosedural yang mutlak dalam struktur bidang pertanahan dengan segala aturan yang tertuang disana serta kepatutan detail dan lain sebagainya adalah Tugas Badan Pertanahan Negara dan Institusi terkait lainnya untuk memberikan Sertifikat, IMB, IPB dan lain-lainnya.    
Strata Title adalah PENJELASAN tentang rincian BATAS YANG JELAS dari masing-masing satuan / unit Apartemen ( PERTELAAN ), meliputi juga didalamnya kepemilikan bersama, yaitu Bagian Bersama, Benda Bersama dan Tanah Bersama yang mana kesemuanya diwujudkan dalam bentuk Gambar dan Uraian ( Pasal 1 huruf m Peraturan Mentri Pekerjaan Umum nomor 160 / PRT/ 1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun ).
                                         
Dalam hal ini pengembang Apartemen Slipi PT MULITIPANEN KOTRINDO, telah berganti nama menjadi PT PIKKO PACIFIC dan terakhir dirubah lagi namanya menjadi PT GRAND SOHO SLIPI  berdasarkan (RUPS) Rapat Umum Pemegang Saham, yang mana dalam konten permasalahan ini diberikan kewenangan mutlak untuk membuat Pertelaan (Gambar & Uraian) berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang nomor 16 tahun 1985 &  Peraturan Pemerintah nomor 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun, kemudian setelah melalui proses penelitian dari berbagai Pihak Instansi Pemerintah Daerah terkait, yaitu Dinas Perumahan DKI Jakarta, Dinas P2B DKI Jakarta dan khususnya Kanwil BPN DKI Jakarta , barulah terakhir Pertelaan tersebut disahkan oleh Gubernur K DKI Jakarta cq Wagub DKI Jakarta Bidang Pemerintahan (Pasal 7 ayat 1, juncto Pasal 17 ayat 2 Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus IbuKota Jakarta Nomor : 942 tahun 1991 tentang Peraturan Pelaksanaan Rumah Susun di Daerah Khusus Ibukota Jakarta).
Dilema tak luput dari Apartemen Slipi ini menyoal tentang  Apa sebenarnya hubungan Hukum antara Perizinan Bangunan dengan Pengesahan Pertelaan, keduanya telah diatur pada Ketentuan pasal 31 Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun, yang berbunyi bahwa, “ Penyelenggara Pembangunan wajib meminta PENGESAHAN dari Pemerintah Daerah atas PERTELAAN yang menunjukkan BATAS YANG JELAS dari masing-masing Satuan Rumah Susun, Bagian Bersama, Benda Bersama dan TANAH BERSAMA beserta Uraian nilai perbandingan proporsionalnya, SETELAH MEMPEROLEH IZIN sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 “, juncto ketentuan pasal 30 ayat 1, yang berbunyi bahwa ;” Rumah Susun dan lingkungannya harus DIBANGUN dan DILAKSANAKAN BERDASARKAN PERIZINAN yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai Peruntukaanya”.
 Sedangkan hubungan Hukum antara Pengesahan Pertelaan dengan Akta Pemisahan, keduanya telah diatur pada Ketentuan pasal 39 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun, yang berbunyi bahwa; “Penyelenggara Pembangunan  wajib MEMISAHKAN Rumah Susun atas Satuan-Satuan Rumah Susun meliputi Bagian Bersama, Benda Bersama dan TANAH BERSAMA dengan PERTELAAN YANG JELAS dalam bentuk Gambar dan Uraian dan Batas-batasnya dalam arah vertical & horizontal sebagaimana dimaksud dalam pasal 31, dengan penyesuaian seperlunya sesuai kenyataan dilakukan dengan pembuatan AKTA PEMISAHAN.
Selanjutnya arti Akta Pemisahan adalah sebagai tanda bukti Pemisahan Rumah Susun atas Satuan Unit Rumah Susun, Bagian Bersama, Benda Bersama dan TANAH BERSAMA dengan Pertelaan yang jelas dalam bentuk Gambar, Uraian dan batas-batasnya dalam arah horizontal dan vertical yang mengandung nilai perbandingan proporsional (Pasal 1 huruf h Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 942 Tahun 1991 Tentang Peraturan Rumah Susun di Daerah Khusus Ibukota Jakarta).
Batas Tanah Bersama sebagaimana dimuat dalam Perizinan Bangunan Apartemen Slipi (IMB No. 13553, tanggal 26-11-1993, IMB No. 02418, tanggal 16-04-1996), tercantum secara jelas, yaitu Sertifikat HGB No.1148 / Palmerah tanggal 17-09-1992 & Keterangan Rencana Kota No. 2330/GSB/JB/XII/92, tanggal 11-01-1993, yang menunjukkan batas-batas secara jelas bahwa luas Tanah Bersama tersebut adalah 13.310 m2, serta mengacu pada Gambar Situasi  No. 5886/1992, tanggal 15-09-1992 sebagaimana dituangkan dalam Sertifikat HGB No. 1148 / Palmerah, sehingga dengan Ketentuan-Ketentuan ini sudah sepatutnya berdasarkan hubungan hukum sebagaimana dimaksud pada ketentuan pasal-pasal & ayat ayat tersebut diatas, Batas Tanah Bersama Apartemen Slipi seluas 13.310 m2 sesuai dengan Persyaratan Teknis & Administratif dalam Perizinan Bangunan Apartemen Slipi dan wajib Hukumnya disesuaikan dan / atau selaras dengan apa yang dimuat dalam Akta Pemisahan, sedangkan pada faktanya  tidaklah terjadi demikian sebagaimana mestinya, melainkan telah dirubah dengan cara dipalsu dan / atau dihilangkan dokumen aslinya, yaitu dengan mengganti Sertifikat HGB No. 1148 / Palmerah dengan luas 13.310 m2 menjadi Sertifikat HGB No.1271 / Palmerah (Pemecahan dari Sertifikat HGB No. 1148) dengan luas 8.105.m2 terlebih-lebih Akte Pemisahan tersebut tidak diisi hari, tanggal, bulan & tahun pembuatannya, padahal Ketentuan tentang pengisian tersebut sudah diatur pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989 Tentang Bentuk dan Tatacara Pengisian Serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun dan yang patut dicurigai adalah yang tercantum secara jelas pada HALAMAN KEDUA, BAGIAN PENDAFTARAN PERTAMA RUANG E) DALAM SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS SATUAN-SATUAN RUMAH SUSUN HUNIAN APARTEMEN SLIPI bahwa Akte Pemisahan tersebut dibuat pada tanggal 19-06-97, No.; 035/MPK-VI / 1997 oleh PT MULTIPANEN KOTRINDO, hal mana terasa sangat aneh dan janggal karena Produknya sendiri tidak bernomor dan bertanggal, tidak salah bila diduga Akte Pemisahan yang aslinya terindikasi dihilangkan dan / ditukar dengan yang palsu karena secara rasional tidaklah mungkin dan / atau sangatlah tidak lazim bilamana seorang Pejabat Pemerintah Daerah cq Gubernur K.DKI Jakarta cq Wagub DKI Jakarta Bidang Pemerintahan  dapat mengesahkan suatu Produk Hukum cq Akte Pemisahan berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat 1 Peraturan Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 1 Tahun 1991 Tentang Rumah Susun Didaerah Jakarta, juncto Ketentuan pasal 4 ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989 Tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian Serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun, dengan mudah begitu saja mengenyampingkan Produk-Produk Hukum yang dibuat dan / atau yang disahkan sebelum dibuatnya Akta Pemisahan tersebut  seperti halnya dengan Keterangan Rencana Kota (KRK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Penggunaan Bangunan (IPB) atau Izin Layak Huni & Pengesahan Pertelaan, karena kesemua Produk-Produk tersebut telah dibuat sistimatis secara berurutan sebagaimana fungsinya dengan mengacu pada system terpadu sebagaimana diatur pada ketentuan pasal 7 PERDA DKI Jakarta No. 1 tahun 1991 tentang Rumah Susun di DKI Jakarta yang berbunyi bahwa ;” Tata cara Pengaturan dan Pembinaan Rumah Susun yang meliputi Aspek-Aspek RENCANA KOTA, IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN, PENGESAHAN PERTELAAN, PENGESAHAN AKTE PEMISAHAN Satuan Rumah Susun, dan Hunian, Pengelolaan dan Pengawasannya ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku”, dimana dalam system terpadu (Keterkaitan satu dengan lainnya) ini telah diatur bahwa Produk-Produk Hukum yang telah dibuat secara berurutan sebagaimana tercantum pada pasal tersebut diatas, tidaklah mungkin dan / atau tidak boleh saling bertentangan satu dengan yang lainnya serta mempunyai hubungan mekanik fungsional antara sesamanya.
Secara de facto  Produk-Produk Hukum yang dimaksud diatas diketemukan  satu dengan yang lainnya sudah saling bertentangan yaitu terbukti antara Perizinan Bangunan (IMB) yang memuat batas Tanah Bersama dengan luas 13.310 m2 sudah bertentangan dengan Pertelaan & Akte Pemisahan yang memuat Batas Tanah Bersama dengan luas 8.105 m2. Sebagai Jawaban atas kedua Pertanyaan penting tersebut diatas adalah Kesatu, bahwa hubungan hukum antara Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan Izin Penggunaan Bangunan atau Izin Layak Huni, keduanya telah diatur pada ketentuan pasal 18 ayat 1 TLNRI No. 3317 /UURI No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, yang berbunyi bahwa “ Bila Rumah Susun yang sudah selesai dibangun setelah diadakan pemeriksaan TERBUKTI SESUAI DENGAN PERSYARATAN & KETENTUAN YANG TERCANTUM DALAM SURAT IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB), maka oleh Pemerintah Daerah dikeluarkan IZIN LAYAK HUNI berupa surat Keterangan Layak Huni SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK PENERBITAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS SATUAN-SATUAN RUMAH SUSUN yang bersangkutan”. Kedua, sedangkan hubungan hukum antara Izin Layak Huni  dengan Akta Pemisahan, keduanya telah diatur pada ketentuan pasal 4 & 5 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun berbunyi Pasal 4 ayat (1).Penyelenggaraan pembangunan wajib meminta pengesahan isi akta pemisahan yang bersangkutan kepada Pemerintahan Daerah Tingkat II Kabupaten / Kotamadya setempat atau kepada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, apabila pembangunan rumah susun terletak di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta”. Ayat (2).” AKTA PEMISAHAN setelah disahkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini harus didaftarkan oleh penyelenggara pembangunan pada Kantor Pertahanan setempat, dengan melampirkan ; a. Sertifikat Hak Atas Tanah. b. IZIN LAYAK HUNI. c. Warkah-warkah lainnya yang diperlukan. pasal: 5 berbunyi :AKTA PEMISAHAN beserta berkas-berkas lampirannya sebagaimana dalam pasal 4 DIPERGUNAKAN SEBAGAI DASAR DALAM PENERBITAN sertifikat hak milik atas satuan rumah susun” ( Richard.S. Biro DKI/JMart)

0 komentar:

REDAKSIONAL