Jumat, 12 April 2013

Ada Usul Timwas Panggil Boediono, Menyoal Kasus CENTURY

Hukum HAM Jakarta - Anggota Tim Pengawas kasus Bank Century dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo mengusulkan agar Wakil Presiden Boediono dipanggil dalam forum Timwas. Hal ini menyusul beredarnya surat kuasa Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia kepada tiga pejabat Bank Indonesia lainnya terkait pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bank Century.

"Tidak menutup kemungkinan memanggil Boediono untuk menjelaskan surat ini. Ini fakta baru karena surat baru sekarang kami terima. Dulu kami sulit mendapatkan surat ini, tetapi ini Pak Darmin dengan sukarela menyerahkan," ujar Bambang, di Jakarta, Jumat (12/4/2013).

Ia mengatakan, ada beberapa kejanggalan yang terjadi dalam proses persetujuan dana FPJP. Menurut Bambang, Bank Century tidak memenuhi syarat untuk diberikan FPJP.

"Kejanggalan yang paling mencolok, Boediono memberikan surat kuasa padahal syarat tidak terpenuhi. Penandatanganan akte janggal, ditandatangani jam 2 pagi, tetapi di akte diutulis jam 1 siang. Pencairan jam 8 pagi. Ini menarik untuk didalami, agar segera ditindaklanjuti," papar Bambang.

Tim Pengawas Skandal Bank Century menerima sebuah dokumen dari Bank Indonesia yang berisi surat kuasa Gubernur BI saat itu, Boediono kepada tiga pejabat BI lainnya pada bulan November 2008. Dokumen dengan nomor surat Dewan Gubernur No.10/68/Sr.Ka/GBI itu berisi surat kuasa terkait FPJP Bank Century.

Tiga orang yang diberi kuasa Boediono adalah Direktur Direktorat Pengelolaan Moneter Eddy Sulaeman Yusuf, Kepala Biro Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter Sugeng, dan Kepala Biro Operasi Moneter Dody Budi Waluyo. Mereka diberi kuasa untuk bertindak baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama Bank Indonesia menandatangani akta gadai dan FPJP PT Bank Century. Surat itu tertulis tanggal 14 November 2008.

FPJP Bank Century


Kasus Bank Century bermula dari pengajuan permohonan fasilitas repo (repurchase agreement) aset oleh Bank Century kepada BI sebesar Rp1 triliun. Pengajuan repo aset itu dilakukan untuk meningkatkan likuiditas Bank Century. Repo adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua pihak yang diikuti dengan perjanjian pembelian kembali di kemudian hari dengan harga yang telah disepakati.

Surat permohonan repo aset itu kemudian ditindaklanjuti BI untuk diproses lebih lanjut oleh Zainal Abidin dari Direktorat Pengawasan Bank. Zainal lalu berkirim surat ke Boediono pada 30 Oktober 2008. Surat itu berisi kesimpulan yang dibuat Zainal atas permohonan Bank Century.

Namun, BI merespons pemberian fasilitas itu dengan menggulirkan wacana pemberian FPJP. Padahal, Zainal mengatakan Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh fasilitas itu. Ketidaklayakan Bank Century menerima FPJP karena ketika itu capital adequacy ratio (CAR)-nya di bawah 8 persen, sebagai batas minimun yang ditetapkan BI.

Boediono diduga memberikan arahan agar menggunakan berbagai cara supaya Bank Century mendapat FPJP. Pada 14 November 2008, BI kemudian mengeluarkan aturan baru untuk persyaratan FPJP dari CAR minimal 8 persen menjadi CAR posotif. Aturan ini ditengarai untuk mengarah ke Bank Century.

Setelah dilakukan perubahan itu, di tanggal yang sama, Boediono mengeluarkan surat kuasa. Surat kuasa ini kemudian yang diterima oleh Timwas Century saat ini. Atas dasar kuasa itu, pihak BI dan Bank Century menghadap notaris Buntario Tigris.

Audit investigasi BPK menyebutkan, dalam proses ini diduga terjadi rekayasa seolah-olah permohonan yang diajukan Bank Century adalah FPJP. Pada malam harinya, dana FPJP untuk Bank Century pun cair sebesar Rp502,72 miliar untuk tahap pertama dan tahap berikutnya Rp689 miliar. *** JMart/Kmp ***

0 komentar:

REDAKSIONAL